Ketika yang Lain Waspada Banjir, Kepulauan Riau Waspada Kekeringan

unduhan

Telah beberapa minggu ini wilayah Kepulauan Riau, tak pernah diguyur hujan dengan intensitas di atas sedang. Ketika di beberapa kota di Pulau Jawa dilanda banjir karena curah hujan yang bisa dibilang berlebih, tentu hal ini menjadi suatu keunikan untuk wilayah tropis seperti Kepulauan Riau yang seharusnya kini tengah berada pada musim hujan, meskipun belum memasuki puncaknya.

Secara geografis posisi dari Kepri, sangat memungkinkan untuk mendapatkan hujan yang lebat sepanjang tahun. Dikarenakan dilalui oleh garis lintang nol derajat (Khatulistiwa). Namun mengapa saat ini Kepri justru mendapatkan warning dari BMKG bahwa jika Kepri tidak diguyur hujan selama 20 hari berturut-turut terancam akan dilanda kekeringan?

Sebelum membahas mengenai fenomena yang sekarang ini, di Kepulauan Riau (Kepri), perlu dipahami mengenai pola hujan yang ada di negara kita ini. Ada 3 pola hujan diIndonesia berdasarkan pengaruh monsoon, yaitu pola hujan equatorial, pola hujan munsonal dan pola hujan lokal. Untuk wilayah Kepri termasuk dalam pola hujan equatorial, di mana wilayahnya memiliki distribusi hujan bulanan bimodial dengan dua puncak musim hujan maksimum dan hampir sepanjang tahun masuk dalam kriteria musim hujan. Pola ekuatorial dicirikan oleh tipe curah hujan dengan bentuk bimodial (dua puncak hujan), yang biasanya terjadi sekitar bulan Maret dan Oktober atau pada saat terjadi equinok.

Berdasarkan buletin meteorologi edisi Februari Stasiun Meteorologi Hang Nadim Batam, kejadian hujan di Kepri untuk bulan Januari beragam yang mayoritas dalam kategori di bawah normal hingga normal. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu arah angin rata rata pada ketinggian 850 mb (3000 ft), yang bertiup di sekitar Indonesia selama bulan Januari 2013 pada umumnya bertiup dengan arah angin dari barat laut hingga timur laut atau angin utara. Perlu diketahui bahwa Kepri merupakan wilayah belokan angin, karena pengaruh adanya zona pertemuan angin pasat dari belahan bumi utara dan belahan bumi selatan. Secara meteorologis, zona pertemuan angin (konvergensi) ini adalah zona pembentukan awan konvektif yang ideal untuk menghasilkan hujan lebat. Namun ternyata kondisi kecepatan angin pada lapisan 850 mb di Kepri ini masih terlalu tinggi yaitu berkisar 10 – 20 km/jam. Tingginya kecepatan angin ini menyebabkan proses pembentukan awan terganggu, meskipun selama Januari 2014 angin permukaan didominasi oleh kecepatan 07–22 km/jam, yang seharusnya mendukung penguapan yang besar untuk penambahan suplai uap air.

Pada bulan Januari matahari mulai berada pada penjalarannya dari BBS (Belahan Bumi Selatan) menuju equator, dengan pergerakan semu sejauh kurang lebih 3.5° yaitu dari 23.5°LS menuju 20.0°LS. Hal ini berdampak peningkatan suhu muka laut di daerah ekuator dan BBS yang memicu terbentuknya pola-pola tekanan udara rendah. Pada bulan Januari 2014 tercatat telah terjadi 2 siklon tropis di wilayah utara Indonesia diantaranya Siklon Tropis Kajiki dan Siklon Tropis Lingling.

Siklon tropis ini menarik massa udara menuju wilayah Siklon Tropis tersebut sehingga mempengaruhi kondisi pola cuaca di Indonesia. Di mana hal ini menyebabkan berkurangnya jumlah curah hujan di wilayah Indonesia bagian utara termasuk Kepulauan Riau. Keberadaan eddy (pusaran angin) di barat Sumatra dan di Kalimantan selama beberapa hari bahkan mencapai hitungan minggu memiliki pengaruh yang mirip dengan siklon tropis namun dalam area yang relatif kecil (lokal). Akibatnya uap air di Kepri tertarik ke pusat pusaran dan semakin keringlah udara di Kepri. Hal ini terbukti pada pantauan kondisi kelembaban udara relatif rata-rata di atmosfer lapisan 850 mb dan 700 mb yang berada pada angka tak lebih dari 80 %.

Kondisi nilai anomali Suhu Muka Laut di wilayah perairan Kepulauan Riau berkecenderungan negatif lemah terhadap normalnya. Akibatnya penguapan pun lebih rendah dari normalnya sehingga kurang mendukung dalam proses pembentukan awan-awan konvektif di wilayah Kepulauan Riau hasilnya jumlah curah hujan cenderung sedikit.

Dari analisis peta isohyet yang dirilis Stasiun Meteorologi Hang Nadim Batam dapat diketahui distribusi hujan tidak merata di wilayah Kepulauan Riau. Sekitar 80% wilayah Kepri memiliki sifat hujan di bawah normalnya untuk Januari lalu.

Kondisi curah hujan yang rendah ini yang memicu kebakaran hutan dan pembakaran hutan terjadi. Dampaknya kabut asap menyelimuti Riau, Kepulauan Riau, Pontianak dan Jambi bahkan kini telah merambah ke wilayah Medan. Kabut asap ini menyebabkan beberapa penerbangan di wilayah-wilayah tersebut terganggu karena jarak pandang yang tak lebih dari 3 km.

Prakiraan BMKG

Pada bulan Februari, posisi matahari dalam gerak semunya berada di Belahan Bumi Selatan (BBS) dengan pergerakan semu sejauh kurang lebih 10.2° yaitu dari 20.0°LS menuju 9.8°LS (http://www.physicalgeography.net). Sehingga, dominasi pola-pola daerah bertekanan udara rendah pada Februari 2014 berada pada wilayah BBS. Sehingga, pola angin rata-rata bulan Februari secara dominan bertiup dari BBU (Bumi Bagian Utara) menuju BBS dan sebagian bertiup dari Bumi BBS menuju BBU. Angin dari arah BBU dan BBS ini bertemu di wilayah ekuator. Daerah pertemuan angin ini disebut ITCZ (Intercontinental Convergance Zone). Wilayah Kepulauan Riau, pola angin yang terbentuk berada dekat dengan daerah belokan angin (shearline).

Pola angin ini cenderung mendukung dalam proses pertumbuhan awan-awan hujan. Namun jika kecepatan angin pada lapisan 850mb dan 700 mb cukup tinggi, pembentukan awan kovektif tidak akan maksimal.

Prediksi ENSO (indikator El Nino dan La Nina) menurut BMKG, POAMA, NOAA dan JAMSTEC masih dalam kondisi normal untuk Februari 2014. Dengan demikian, di Wilayah Indonesia tidak terdapat penambahan maupun pengurangan jumlah curah hujan. IOD pun masih dalam kondisi normal sehingga penambahan curah hujan di Indonesia bagian barat kurang signifikan.

Berdasarkan tinjauan klimatologis secara umum curah hujan merata di seluruh wilayah Batam berkisar antara 0 – 100 mm selama bulan Februari. Wilayah Batam bagian Timur merupakan daerah dengan konsentrasi hujan terendah yaitu sekitar 0 – 50 mm. Sedangkan daerah dengan konsentrasi hujan tertinggi adalah Batam bagian tengah dan Barat sekitar 50 – 100 mm. Angka ini jika dibandingkan dengan normalnya, 80% berada pada kategori di bawah normal.

Dari uraian di atas diketahui bahwa peluang pertumbuhan awan-awan hujan di Batam pada bulan Februari 2014 lebih kecil dibandingkan bulan Januari. Jika kondisi tersebut terus berlanjut hingga akhir Februari tidak menutup kemungkinan akan terjadi bencana kekeringan untuk Kepulauan Riau.

Dengan dirilisnya peringatan dini dari BMKG terutama Stasiun Meteorologi Hang Nadim Batam, diharapkan warga dapat mengantisipasi segala kemungkinan yang ada dengan mitigasi dini. Namun semoga seluruh wilayah Indonesia tak lagi ada masalah dengan air, baik kekurangan air maupun kelebihan air.

Buat yang belum kenal banyak tentang Kepri, ini ada video profil Provinsi Kepulaun Riau. Cek this out!

Sumber : http://batampos.co.id

Tinggalkan komentar